Selasa, 27 Januari 2015

SURGANYA RINJANI (DANAU SEGARA ANAK)

Tidak lengkap rasanya kalau ke Rinjani tapi tidak turun ke Danau. Pokoknya Sayang banget deh jika bonus bercengkrama dengan pesona Danau Segara Anak dari jarak yang tak berbatas terlewatkan. Karena jarang-jarang kan bisa kembali berkunjung ke tempat nan eksotis ini. Heee,,,

Pukul 09.10, sebelum benar-benar beranjak dari pelawangan, kami masih sempat pamitan pada mas Ardan dan kedua temannya. Berjanji kalau akan menunggu mereka di Danau. Senyuman hangat serta pesan hati-hati dari mereka seakan menjadi cambuk semangat bagiku. 

     Belasan Km dibawah sana, dibalik awan putih. Danau Segara Anak

Kali ini medan terjal full turunan sejauh 15 KM akan kami tempuh tuk tiba di Danau. Medannya asli ! ngeri cuy. Jadi benar-benar harus tetap konsentrasi dan tak boleh lengah. Kabut mulai turun dibelakang kami, sehingga bukit-bukit terjal yang telah kami lewati kini sempurna tertutup. Pagi itu, lagi-lagi kami bertemu dengan rombongan bule yang juga sedang bergerak menuju Danau. “Ah Rinjani memang memikat” bisikku dalam hati seraya mengulas senyuman.

Disepertiga perjalanan, langkah kami semua tertahan. Karena dari arah Danau, tepatnya disisi sebelah barat, sangat jelas terlihat kepulan asap yang membumbung. KEBAKARAN ! yah, ilalang yang ada disepanjang perbukitan sebelah barat sempurna habis terlalap api.
Aku gamang, sekaligus takut. Bahkan sempat membayangkan hal yang “mengerikan” karena boleh dibilang saat itu kami berada didalam lingkaran ilalang kering. Tetapi kak Aziz selalu meyakinkan kami bertiga kalau kebakaran itu bukan diarea sekitar Danau, dia juga meminta kami untuk tetap melangkah. Sedangkan rombongan para bule disamping kami ramai berceloteh sembari menunjuk kearah asap yang mengepul. “Big fire, big fire, big fire.” Bahkan mereka semua memutuskan tuk kembali ke Pelawangan, padahal para porter yang membawakan bekal mereka telah jauh didepan.

Kami berempat kembali berjalan meninggalkan rombongan para bule yang masih saja heboh. Kali ini tak ada canda tawa seperti perjalanan sebelumnya, keheningan seolah mengukung. Hanya suara desir nyanyian ilalang, dan burung-burung yang terdengar. Tapi aku yang memang dasarnya nggak betah berlama-lama dalam kebisuan mulai berceloteh lagi, kadang nyanyi sepotong-sepotong, terkadang berteriak, juga kadang menyerukan lafaz Allahu Akbar seperti orang takbiran. Hehe.. namun justru karena seruan itulah semangat ku selalu saja terasa kembali full. Hingga akhirnya tawa riang dan senyuman, kembali terukir di wajah ketiga teman ku. 

Semakin mendekati Danau pemandangan alamnya sangat sangat eksotis, bahkan aku masih saja merasa tak percaya kalau saat itu aku berada di alam Rinjani. Tapi ini beneran ada di pulau kelahiran ku maaakk (hehe lebay dikit). Diam-diam aku terus mencubit pipiku sendiri memastikan lagi kalau aku memang sedang tidak bermimpi.

Ada "Salam" dari Segara Anak


Danau dan kabut tipis diujung jalan

Setelah berjalan hampir setengah hari full, akhirnyaaaaaaaaaa tadaaaa….. kami tiba juga di Danau Segara Anak. Dan suasananya jauh lebih ramai dari Pelawangan yang sudah sesak itu. Disepanjang pinggir Danau sudah full oleh tenda warna-warni dengan logat bahasa yang berwarna-warni pula seperti kulit mereka, hee..

Jika di Pelawangan full oleh para pendaki yang menikmati pesona Danau dari pinggir tebing. Maka disini, di Danau Segara Anak full oleh para pengunjung yang tidak hanya bercengkrama di pinggir Danau, tetapi ada yang khusyuk memancing, ada yang sibuk membersihkan ikan hasil tangkapan mereka. Bahkan ada yang berendam di Danau. Tak perduli dinginnya air belerang  itu.

   Pemukiman kecil di pinggir Danau Segara Anak

Sempurna


Berendam di air belerang

Rasa letih yang mendera, benar-benar membawaku terlelap hingga menjelang ashar. Setelah terbangun, kak Sahid dan adik Yusron mengajakku ke pemandian air panas yang berada tidak jauh dari area Danau. Sementara kak Aziz, sedang asyik ngobrol di depan tenda temannya (kebetulan ketemu) yang ada disamping tendaku. Karena sungai air panasnya berada dibagian sisi utara Danau, maka kami harus berjalan lagi sekitar 500 m. alamakk untuk mencapainya pun masih harus menuruni tebing curam dan berbatu. Benar-benar butuh perjuangan dan semangat ekstra. 

Dan ternyata, kepulan asap yang kami lihat dari kejauhan pagi itu berasal dari ilalang yang terbakar disepanjang perbukitan yang berada diatas sungai yang kami tuju. Bahkan saat kami melintas saat itu api yang menyisakan perbukitan yang menghitam karna gosong, belum sepenuhnya padam.

Tiba di sumber air panas, lagi-lagi aku berdecak kagum. Karena disekitar sungai juga sudah full oleh tenda para orang tua usia lanjut. Memang sudah merupakan hal yang lumrah, jika penghuni Danau Segara Anak lebih didominasi oleh orang-orang yang sudah berumur hampir diatas 40an tahun. Baik pria maupun wanita, karena tujuan mereka datang kesini untuk berobat dengan berendam di Danau maupun di sungai air panas yang mengandung belerang. Bahkan rutin mereka lakukan tiap tahun. 

Hot Spring... Laksana goresan kanvas

Saat pertama kali kulitku menyentuh air sungai tersebut, aku sempat menjerit tertahan saking kaget oleh panasnya. Beberapa orang tua yang sedang berendam disana pun tersenyum melihat reaksiku. Aku hanya nyengir kearah kedua temanku yang juga ikutan tersenyum. Asli ! airnya benar-benar panas, tak ubahnya air yang sedang mendidih. Puas berendam di air panas, kami bertiga kembali lagi ke tenda. Tapi setelah berendam, perlahan-lahan rasa pegal itu menguap. Tapi tidak sepenuhnya pada kakiku, rasanya semakin berat saja saat melangkah.

Sore itu kak Aziz dan kak Sahid sedang mencoba peruntungan mereka memancing ikan di Danau, umpannya pun ngasal, cuma pake snack tik-tak yang sudah direndam. Sampe 3 jam bersaing dengan pemancing lain, 1 ekor pun nggak ada yang berminat ama umpan mereka. Hahaha,,, Tapi mereka berdua benar-benar tidak menyerah, hingga akhirnya ada 3 ekor mujair mungil-mungil yang tersangkut di kail mereka. Itupun setelah hampir 4 jam. Padahal pemancing lain selalu dapat dengan mudah. Hahaha kesian. 

                                            Piluuu cuma 3 ekor hahaha 

Saat senja mulai turun diatas Danau, pemandangan luar biasa kembali terhampar. Tapi sayanggggggg banget, karena tak bisa mengabadikan moment-moment tersebut dalam jepretan kamera. Karena kami hanya mengandalkan kamera HP. Jadinya hanya tersimpan dalam file memori masing-masing. Hmm.. Dan saat itulah mas Ardan dan kedua temannya tiba. Tetapi kali ini tenda kami berjauhan karena area lapang disekitar tenda kami sudah full.

                              Sampe rela buat tenda dipinggiran Danau  :D

Hawa malam di Danau jauh lebih dingin daripada diatas (Pelawangan), Sehingga semua atribut yang sejak turun dari puncak hanya mendekam di daypackku kembali terpasang. Suara riuh para “pemukim” dipinggir Danau semakin membahana ketika letupan kembang api berpijar indah dibawah langit berbintang Danau Segara Anak. Romantisme pun menambah semarak suasana malam saat puluhan lilin dilepas dan mengapung ketengah-tengah Danau. (ah jadi menghayal kalau misalkan ada yang melamar disini,, ahahaha).  


Dan saat itu juga, adik Yusron kembali membuatku terharu dengan ucapannya. “Kak Umah, akhirnya kau telah buktikan bahwa kau memang bukan hanya seonggok daging yang punya nama, seperti kata-kata si Zafran di film 5cm (semuanya berawal dari sini, impian, persahabatan, juga cinta dan keajaiban tekad, telah menjadikan kita bukan seonggok daging yang hanya punya nama).

Beeuuhhh…. Hawa memang luarbiasa dingin, terasa tembus hingga ke tulang. Sampai-sampai badanku menggigil hebat, namun meskipun begitu berkali-kali aku mengucap syukur pada Sang Pemilik Jiwa, karena rasa ngilu pada bekas operasi usus buntu yang pernah ku lakoni 6 th silam sama sekali tak terasa.  Mungkin, karena jilbab “andalan” plus syal yang selalu ku ikat erat dipinggangku sejak pertama kali berangkat. Hehe.. Padahal sebelum kami berangkat berpetualang di alam Rinjani, aku harus meringis menahan perih tiap kali hawa dingin menerpa tubuhku.

Ditengah dinginnya udara menjelang pagi, suara azan subuh yang dikumandangkan oleh salah seorang bapak tua seolah merobek keheningan seantero Danau. Suara syahdunya yang melantunkan azan menggema kesegala penjuru, membangunkan jiwa-jiwa yang sedang terbuai mimpi. Dan seakan tak perduli dinginnya air Danau, tangan-tangan terulur tuk berwudhu. Karena disini, hanya doa tulus dan atas Kuasa-Nya lah yang membuat kita selamat.

Dan tak lama berselang, pancaran matahari pagi mulai menyinari Danau. Menghalau kabut tipis yang masih membungkus pesonanya. 

Segara Anak, Surganya Rinjani.... 


                                            Always menu sarapan nan nikmat ;)

Hari ke-2 di Danau kami habiskan dengan bermain-main dipinggir Danau, sekalian merecoki kedua kakak yang belum juga berhasil dapat ikan. Padahal umpannya sudah memikat (campuran telur dan tepung kukus) hasil pemberian teman kak Aziz yang berangkat pulang hari itu. karena mereka telah 5 hari di Danau. Nggak cuma dikasih makanan buat umpan, tapi dikasih pop mie plus nasi kaleng. iyyyyeee :D..

Teman-teman ku memang nggak mujur kali, buktinya nggak dapat lagi haha. tapi mereka berdua benar-benar nggak mau nyerah, meski diledek terus sama adik Yusron. Bahkan mereka berdua sampe pergi menyingkir jauh-jauh ke tempat yang lebih sepi, taaapi sama saja pas balik cuma bawa kail am umpan doank. Haha..

                  Maunya sih dapat kayak gini, tapi cuma zonk :D

Hupp… kalau di Danau memang bisa dapat asupan gizi tambahan hehe.. soalnya ikan-ikan disini seakan tak pernah habis meskipun telah bertahun-tahun ditangkap oleh puluhan atau bahkan ribuan manusia yang kesana. Ikan mujair, dan ikan karper ini, memang sengaja dilepas di Danau Segara Anak puluhan tahun silam oleh almarhumah Ibu Tien Soeharto, Istri mantan presiden di zaman orde baru.

Semilir angin yang membuai, membuatku terkantuk-kantuk. Sehingga ku putuskan tuk tidur saja, saat itulah mas Ardan pamit pulang pada adik Yusron. Karena memang hanya dia yang masih terjaga, sementara kedua temanku yang lain masih pergi memancing. Ah,, jadi nggak bisa ketemu “teman-teman baru” itu lagi, mas Ardan dkk. Mereka akan segera kembali ke Jakarta, tapi sebelum itu dia sempat meminta no HP adik Yusron, juga alamat FB kami berempat. Hmm.. Entah kapan kan ketemu lagi.

Menjelang senja, kedua kakak itu mengajakku tuk berendam sekali lagi di sumber air panas. Dengan langkah tertatih, aku terus saja mengekor dibelakang mereka. Giliran adik Yusron yang jaga tenda, soalnya dia baru saja kembali berendam. Tiap kali melangkah aku harus meringis karena perih yang terasa menyiksa kedua betisku.

Malam telah sempurna memeluk bumi ketika kami kembali ke tenda. Alhamdulillah, sakit di betisku mulai berkurang. Apalagi pusing yang sempat mendera. Setelah berendam selama hampir 3 jam lebih..

Makan malam terasa nikmat karena asupan gizi. Akhirnya, usaha keras kak Aziz membuahkan hasil. Seharian menunggu, ada juga tuh seekor ikan yang kasian am kailnya. Haha,,, tapi meskipun kecil ukurannya benar-benar super hampir jumbo :D. dan kak Sahid juga dapat 3 ekor lagi tapi mungil-mungil. 

                                           Tambahan gizi tuk makan malam


Pagi, dihari ke-5 telah menjelang. Saatnya turun gunung, kembali melanjutkan perjalanan pulang. Membawa cerita dan kenangan nan indah dalam memori yang semakin merekatkan rasa persahabatan kami berempat. Turun gunung seharusnya sih tinggal turun doank, hoho tapi tidak jika bermain dulu ke Danau Segara Anak. Kita harus naik lagi 15 km full ke Pelawangan (baik Pelawangan Sembalun ataupun Senaru), baru setelah itu turun. Tapi jalur ke Pelawangan Senaru sangatlah ekstrim. Jadi kami kembali melewati jalur yang sama seperti ketika datang.


 
                                                   Selamat tinggal Danau, 
      

Di Pelawangan kami sempat beristirahat sebentar, karena harus menambah persediaan air minum yang hampir menipis. Sepatu yang ku pakai sejak dari Danau kembali ku lepas, lagi-lagi jadi pendaki tak beralas. Haha.. tapi tongkat kecil yang selalu setia menemaniku malah diambil orang saat di Danau, untung saja langsung ada gantinya. Dan di sumber mata air tertinggi pulau Lombok itu pula, adik Yusron dan kak Sahid menemukan sebuah HP diantara sela jalanan berpasir. Kak Aziz langsung tanggap, Alhamdulillah barang itu berhasil dia kembalikan setelah kami tiba di rumah, lewat saudara si empunya hp yang notabene cowok Jakarta.

Selama perjalanan pulang, terasa sangat menyenangkan. Karena disepanjang perjalanan kami berempat terus saling jahili (eits lebih tepatnya aku dan adik Yusron mengerjai kak Aziz, sih). Mulutku yang terus menggigit ilalang semenjak naik dari Danau tak pernah diam berceloteh riang. Hyups satu rahasia baru dari kak Aziz, *gigiti sebatang ilalang (kalau sudah pendek, ganti lagi :D) selama perjalanan, bisa mengurangi ngos-ngosan. Dan memang benar adanya apa yang dia katakan.

      Asyeek,, diujung pos 1 with Aziz brother                      
  
                                                                                  Antara Pos 1 dan sebatang Ilalang 
Terkadang aku jatuh terduduk saat mengejar langkah kaki kedua kakak itu, adik Yusron yang dibelakang selalu saja tertawa melihat aksiku. Penampilanku pun tak luput dari komentarnya sembari tertawa-tawa, seakan wajahku udah kayak badut super lucu dimatanya. “Suer kak Umah, selama hampir 2th lihat side, entah wajah asli baru bangun tidur atau belum mencuci wajah, baru kali ini ku lihat wajah itu benar-benar sangat jelek.” Bagaimana nggak, wajah cemong sana-sini, dan kaki luarbiasa dekil. Tapi justru semangatku makin tersulut (aneh kan? :D).



               Horrraiiii Rinjani  :D  
                                                                                            
Pendaki paling ribet, julukan kak Aziz   

Sampai di bukit sapi yang membuatku teler dihari pertama ketiga temanku ribut menggoda, menguak ingatan itu kembali. Tawa kami membahana dibawah langit senja bukit sapi. Langkah kakiku semakin terasa ringan, senyuman dan tawa tak pernah lepas dari wajahku. Seumur hidup aku tak pernah merasa sangat begitu sehat dan semangat seperti saat itu.

Sekitar 8 jam telah kami lalui dengan terus berjalan, meski sesekali istirahat untuk shalat dan makan di pos 2. Rumah-rumah penduduk di desa Bawaq Nao semakin jelas terlihat. Dan, “Allahu Akbar !” aku luruh dalam lafaz nan agung itu, saat akhirnya pukul 17.00 kami benar-benar telah tiba diujung jalan Bawaq Nao. Air mata bahagia seakan mulai berlomba keluar dari sudut-sudut mataku.

Ungkapan syukur tak henti-hentinya melucur dari bibirku. Karena kami kembali dalam kondisi sehat dan selamat, kamipun pulang bersama rombongan anggota Basarnas Lombok Timur, yang notabene teman-teman kak Aziz hehe.  Mereka hendak menjemput tamu asing yang juga telah menyelesaikan petualangan bercengkrama dengan alam Rinjani. 

                                                                            
                                            Pose lowbatt bareng adik Yusron,   


Perjalanan Rinjani, telah mengajarkanku hal-hal berharga. Tentang arti persahabatan, kejujuran, tak mudah menyerah, dan sebuah keberanian. “Karena keberanian adalah, saat kita bersabar sejenak untuk menggapai mimpi-mimpi yang belum terselesaikan. Dan ketika kita berada disana (3.726 Mdpl) kita akan punya mimpi-mimpi baru yang akan kita bawa pulang.”

Kun Fa-Yakun Tuhan memang pasti, sungguh tak ada yang tak mungkin terjadi di dunia ini jika Dia berkehendak. Yah,, dan seperti ungkapan Riani (di film 5cm) "Selama ribuan langkah kaki kita melangkah, selama hati yang berani ini bertekad, hingga semuanya bisa terwujud sampai disini, jangan pernah sekalipun kita menyerah mengejar mimpi-mimpi kita, berjuang, berusaha, dan bercita-cita untuk kehidupan yang lebih baik bagi tanah tempat kita berpijak."

Terimakasih Robbi, telah memberikan kesempatan bagiku tuk menikmati indahnya pesona Maha Karya Agung-Mu dari jarak yang sangat dekat. Rinjani, semoga suatu saat nanti kita bisa bercengkrama lagi. Aminn. Karena ada rindu dan kegembiraan yang tertahan disana... Antara ilalang, rumpun edelwis dan tebing-tebing yang curam.

*Terimakasih juga buat mas Ardan tuk kiriman poto-potonya :D
Serta buat om Boim Hula-Hula, yang telah berbagi poto pas di Danau hehe…


                                                                                                                                                                                                                    
 









                    




    
   







   

Tidak ada komentar: