Tidak lengkap rasanya kalau ke Rinjani tapi tidak turun ke
Danau. Pokoknya Sayang banget deh jika bonus bercengkrama dengan pesona Danau
Segara Anak dari jarak yang tak berbatas terlewatkan. Karena jarang-jarang kan
bisa kembali berkunjung ke tempat nan eksotis ini. Heee,,,
Pukul 09.10, sebelum benar-benar beranjak dari pelawangan,
kami masih sempat pamitan pada mas Ardan dan kedua temannya. Berjanji kalau
akan menunggu mereka di Danau. Senyuman hangat serta pesan hati-hati dari
mereka seakan menjadi cambuk semangat bagiku.
Belasan Km dibawah
sana, dibalik awan putih. Danau Segara Anak
Kali ini medan terjal full turunan sejauh 15
KM akan kami tempuh tuk tiba di Danau. Medannya asli ! ngeri cuy. Jadi benar-benar
harus tetap konsentrasi dan tak boleh lengah. Kabut mulai turun dibelakang
kami, sehingga bukit-bukit terjal yang telah kami lewati kini sempurna
tertutup. Pagi itu, lagi-lagi kami bertemu dengan rombongan bule yang juga
sedang bergerak menuju Danau. “Ah Rinjani memang memikat” bisikku dalam hati
seraya mengulas senyuman.
Disepertiga perjalanan, langkah kami semua tertahan. Karena
dari arah Danau, tepatnya disisi sebelah barat, sangat jelas terlihat kepulan
asap yang membumbung. KEBAKARAN ! yah, ilalang yang ada disepanjang perbukitan
sebelah barat sempurna habis terlalap api.
Aku gamang, sekaligus takut. Bahkan sempat membayangkan hal
yang “mengerikan” karena boleh dibilang saat itu kami berada didalam lingkaran
ilalang kering. Tetapi kak Aziz selalu meyakinkan kami bertiga kalau kebakaran
itu bukan diarea sekitar Danau, dia juga meminta kami untuk tetap melangkah.
Sedangkan rombongan para bule disamping kami ramai berceloteh sembari menunjuk
kearah asap yang mengepul. “Big fire, big fire, big fire.” Bahkan mereka semua
memutuskan tuk kembali ke Pelawangan, padahal para porter yang membawakan bekal
mereka telah jauh didepan.
Kami berempat kembali berjalan meninggalkan rombongan para
bule yang masih saja heboh. Kali ini tak ada canda tawa seperti
perjalanan sebelumnya, keheningan seolah mengukung. Hanya suara desir nyanyian
ilalang, dan burung-burung yang terdengar. Tapi aku yang memang dasarnya nggak
betah berlama-lama dalam kebisuan mulai berceloteh lagi, kadang nyanyi
sepotong-sepotong, terkadang berteriak, juga kadang menyerukan lafaz Allahu
Akbar seperti orang takbiran. Hehe.. namun justru karena seruan itulah semangat
ku selalu saja terasa kembali full. Hingga akhirnya tawa riang dan senyuman,
kembali terukir di wajah ketiga teman ku.
Semakin mendekati Danau pemandangan alamnya sangat sangat
eksotis, bahkan aku masih saja merasa tak percaya kalau saat itu aku berada di
alam Rinjani. Tapi ini beneran ada di pulau kelahiran ku maaakk (hehe lebay
dikit). Diam-diam aku terus mencubit pipiku sendiri memastikan lagi kalau aku
memang sedang tidak bermimpi.
Ada "Salam" dari Segara Anak
Danau dan kabut tipis diujung jalan
Setelah berjalan hampir setengah hari full,
akhirnyaaaaaaaaaa tadaaaa….. kami tiba juga di Danau Segara Anak. Dan suasananya
jauh lebih ramai dari Pelawangan yang sudah sesak itu. Disepanjang pinggir
Danau sudah full oleh tenda warna-warni dengan logat bahasa yang berwarna-warni
pula seperti kulit mereka, hee..
Jika di Pelawangan full oleh para pendaki yang menikmati
pesona Danau dari pinggir tebing. Maka disini, di Danau Segara Anak full oleh
para pengunjung yang tidak hanya bercengkrama di pinggir Danau, tetapi ada yang
khusyuk memancing, ada yang sibuk membersihkan ikan hasil tangkapan mereka.
Bahkan ada yang berendam di Danau. Tak perduli dinginnya air belerang itu.
Pemukiman kecil di pinggir Danau Segara Anak
Sempurna
Berendam di air belerang
Rasa letih yang mendera, benar-benar membawaku terlelap
hingga menjelang ashar. Setelah terbangun, kak Sahid dan adik Yusron mengajakku
ke pemandian air panas yang berada tidak jauh dari area Danau. Sementara kak
Aziz, sedang asyik ngobrol di depan tenda temannya (kebetulan ketemu) yang ada
disamping tendaku. Karena sungai air panasnya berada dibagian sisi utara Danau,
maka kami harus berjalan lagi sekitar 500 m. alamakk untuk mencapainya pun
masih harus menuruni tebing curam dan berbatu. Benar-benar butuh perjuangan dan
semangat ekstra.
Dan ternyata, kepulan asap yang kami lihat dari kejauhan pagi
itu berasal dari ilalang yang terbakar disepanjang perbukitan yang berada
diatas sungai yang kami tuju. Bahkan saat kami melintas saat itu api yang
menyisakan perbukitan yang menghitam karna gosong, belum sepenuhnya padam.
Tiba di sumber air panas, lagi-lagi aku berdecak kagum. Karena
disekitar sungai juga sudah full oleh tenda para orang tua usia lanjut. Memang
sudah merupakan hal yang lumrah, jika penghuni Danau Segara Anak lebih
didominasi oleh orang-orang yang sudah berumur hampir diatas 40an tahun. Baik
pria maupun wanita, karena tujuan mereka datang kesini untuk berobat dengan
berendam di Danau maupun di sungai air panas yang mengandung belerang. Bahkan
rutin mereka lakukan tiap tahun.
Hot Spring... Laksana goresan kanvas
Saat pertama kali
kulitku menyentuh air sungai tersebut, aku sempat menjerit tertahan saking
kaget oleh panasnya. Beberapa orang tua yang sedang berendam disana pun
tersenyum melihat reaksiku. Aku hanya nyengir kearah kedua temanku yang juga
ikutan tersenyum. Asli ! airnya benar-benar panas, tak ubahnya air yang sedang mendidih.
Puas berendam di air panas, kami bertiga kembali lagi ke tenda. Tapi setelah
berendam, perlahan-lahan rasa pegal itu menguap. Tapi tidak sepenuhnya pada
kakiku, rasanya semakin berat saja saat melangkah.
Sore itu kak Aziz
dan kak Sahid sedang mencoba peruntungan mereka memancing ikan di Danau,
umpannya pun ngasal, cuma pake snack tik-tak yang sudah direndam. Sampe 3 jam
bersaing dengan pemancing lain, 1 ekor pun nggak ada yang berminat ama umpan
mereka. Hahaha,,, Tapi mereka berdua benar-benar tidak menyerah, hingga
akhirnya ada 3 ekor mujair mungil-mungil yang tersangkut di kail mereka. Itupun
setelah hampir 4 jam. Padahal pemancing lain selalu dapat dengan mudah. Hahaha
kesian.
Piluuu cuma 3
ekor hahaha
Saat senja mulai turun diatas Danau, pemandangan luar biasa
kembali terhampar. Tapi sayanggggggg banget, karena tak bisa mengabadikan
moment-moment tersebut dalam jepretan kamera. Karena kami hanya mengandalkan
kamera HP. Jadinya hanya tersimpan dalam file memori masing-masing. Hmm.. Dan
saat itulah mas Ardan dan kedua temannya tiba. Tetapi kali ini tenda kami
berjauhan karena area lapang disekitar tenda kami sudah full.
Sampe rela buat
tenda dipinggiran Danau :D
Hawa malam di Danau
jauh lebih dingin daripada diatas (Pelawangan), Sehingga semua atribut yang
sejak turun dari puncak hanya mendekam di daypackku kembali terpasang. Suara
riuh para “pemukim” dipinggir Danau semakin membahana ketika letupan kembang
api berpijar indah dibawah langit berbintang Danau Segara Anak. Romantisme pun
menambah semarak suasana malam saat puluhan lilin dilepas dan mengapung ketengah-tengah
Danau. (ah jadi menghayal kalau misalkan
ada yang melamar disini,, ahahaha).
Dan saat itu juga,
adik Yusron kembali membuatku terharu dengan ucapannya. “Kak Umah, akhirnya kau
telah buktikan bahwa kau memang bukan hanya seonggok daging yang punya nama,
seperti kata-kata si Zafran di film 5cm (semuanya
berawal dari sini, impian, persahabatan, juga cinta dan keajaiban tekad, telah
menjadikan kita bukan seonggok daging yang hanya punya nama).”
Beeuuhhh…. Hawa
memang luarbiasa dingin, terasa tembus hingga ke tulang. Sampai-sampai badanku
menggigil hebat, namun meskipun begitu berkali-kali aku mengucap syukur pada
Sang Pemilik Jiwa, karena rasa ngilu pada bekas operasi usus buntu yang pernah
ku lakoni 6 th silam sama sekali tak terasa.
Mungkin, karena jilbab “andalan” plus syal yang selalu ku ikat erat
dipinggangku sejak pertama kali berangkat. Hehe.. Padahal sebelum kami
berangkat berpetualang di alam Rinjani, aku harus meringis menahan perih tiap
kali hawa dingin menerpa tubuhku.
Ditengah dinginnya
udara menjelang pagi, suara azan subuh yang dikumandangkan oleh salah seorang
bapak tua seolah merobek keheningan seantero Danau. Suara syahdunya yang melantunkan
azan menggema kesegala penjuru, membangunkan jiwa-jiwa yang sedang terbuai
mimpi. Dan seakan tak perduli dinginnya air Danau, tangan-tangan terulur tuk
berwudhu. Karena disini, hanya doa tulus dan atas Kuasa-Nya lah yang membuat
kita selamat.
Dan tak lama
berselang, pancaran matahari pagi mulai menyinari Danau. Menghalau kabut tipis
yang masih membungkus pesonanya.
Segara Anak, Surganya Rinjani....
Always menu sarapan
nan nikmat ;)
Hari ke-2 di Danau
kami habiskan dengan bermain-main dipinggir Danau, sekalian merecoki kedua
kakak yang belum juga berhasil dapat ikan. Padahal umpannya sudah memikat
(campuran telur dan tepung kukus) hasil pemberian teman kak Aziz yang berangkat
pulang hari itu. karena mereka telah 5 hari di Danau. Nggak cuma dikasih
makanan buat umpan, tapi dikasih pop mie plus nasi kaleng. iyyyyeee :D..
Teman-teman ku
memang nggak mujur kali, buktinya nggak dapat lagi haha. tapi mereka berdua
benar-benar nggak mau nyerah, meski diledek terus sama adik Yusron. Bahkan
mereka berdua sampe pergi menyingkir jauh-jauh ke tempat yang lebih sepi,
taaapi sama saja pas balik cuma bawa kail am umpan doank. Haha..
Maunya sih dapat kayak
gini, tapi cuma zonk :D
Hupp… kalau di Danau
memang bisa dapat asupan gizi tambahan hehe.. soalnya ikan-ikan disini seakan
tak pernah habis meskipun telah bertahun-tahun ditangkap oleh puluhan atau
bahkan ribuan manusia yang kesana. Ikan mujair, dan ikan karper ini, memang
sengaja dilepas di Danau Segara Anak puluhan tahun silam oleh almarhumah Ibu
Tien Soeharto, Istri mantan presiden di zaman orde baru.
Semilir angin yang
membuai, membuatku terkantuk-kantuk. Sehingga ku putuskan tuk tidur saja, saat
itulah mas Ardan pamit pulang pada adik Yusron. Karena memang hanya dia yang
masih terjaga, sementara kedua temanku yang lain masih pergi memancing. Ah,,
jadi nggak bisa ketemu “teman-teman baru” itu lagi, mas Ardan dkk. Mereka akan
segera kembali ke Jakarta, tapi sebelum itu dia sempat meminta no HP adik Yusron, juga alamat FB kami
berempat. Hmm.. Entah kapan kan ketemu lagi.
Menjelang senja, kedua
kakak itu mengajakku tuk berendam sekali lagi di sumber air panas. Dengan
langkah tertatih, aku terus saja mengekor dibelakang mereka. Giliran adik
Yusron yang jaga tenda, soalnya dia baru saja kembali berendam. Tiap kali melangkah
aku harus meringis karena perih yang terasa menyiksa kedua betisku.
Malam telah sempurna
memeluk bumi ketika kami kembali ke tenda. Alhamdulillah, sakit di betisku
mulai berkurang. Apalagi pusing yang sempat mendera. Setelah berendam selama
hampir 3 jam lebih..
Makan malam terasa
nikmat karena asupan gizi. Akhirnya, usaha keras kak Aziz membuahkan hasil.
Seharian menunggu, ada juga tuh seekor ikan yang kasian am kailnya. Haha,,,
tapi meskipun kecil ukurannya benar-benar super hampir jumbo :D. dan kak Sahid
juga dapat 3 ekor lagi tapi mungil-mungil.
Tambahan gizi tuk
makan malam
Pagi, dihari ke-5 telah menjelang. Saatnya turun gunung,
kembali melanjutkan perjalanan pulang. Membawa cerita dan kenangan nan indah
dalam memori yang semakin merekatkan rasa persahabatan kami berempat. Turun
gunung seharusnya sih tinggal turun doank, hoho tapi tidak jika bermain dulu ke
Danau Segara Anak. Kita harus naik lagi 15 km full ke Pelawangan (baik
Pelawangan Sembalun ataupun Senaru), baru setelah itu turun. Tapi jalur ke
Pelawangan Senaru sangatlah ekstrim. Jadi kami kembali melewati jalur yang sama
seperti ketika datang.
Selamat tinggal Danau,
Di Pelawangan kami sempat beristirahat sebentar, karena harus
menambah persediaan air minum yang hampir menipis. Sepatu yang ku pakai sejak
dari Danau kembali ku lepas, lagi-lagi jadi pendaki tak beralas. Haha.. tapi
tongkat kecil yang selalu setia menemaniku malah diambil orang saat di Danau,
untung saja langsung ada gantinya. Dan di sumber mata air tertinggi pulau Lombok itu pula, adik
Yusron dan kak Sahid menemukan sebuah HP diantara sela jalanan berpasir. Kak
Aziz langsung tanggap, Alhamdulillah barang itu berhasil dia kembalikan setelah
kami tiba di rumah, lewat saudara si empunya hp yang notabene cowok Jakarta.
Selama perjalanan pulang, terasa sangat menyenangkan. Karena
disepanjang perjalanan kami berempat terus saling jahili (eits lebih tepatnya
aku dan adik Yusron mengerjai kak Aziz, sih). Mulutku yang terus menggigit ilalang semenjak naik dari Danau
tak pernah diam berceloteh riang. Hyups satu rahasia baru dari kak Aziz,
*gigiti sebatang ilalang (kalau sudah pendek, ganti lagi :D) selama perjalanan,
bisa mengurangi ngos-ngosan. Dan memang benar adanya apa yang dia katakan.
Asyeek,, diujung pos 1 with Aziz brother

Antara Pos 1 dan sebatang Ilalang
Terkadang aku jatuh terduduk saat mengejar langkah kaki kedua kakak itu, adik Yusron yang dibelakang selalu saja tertawa melihat aksiku. Penampilanku pun tak luput dari komentarnya sembari tertawa-tawa, seakan wajahku udah kayak badut super lucu dimatanya. “Suer kak Umah, selama hampir 2th lihat side, entah wajah asli baru bangun tidur atau belum mencuci wajah, baru kali ini ku lihat wajah itu benar-benar sangat jelek.” Bagaimana nggak, wajah cemong sana-sini, dan kaki luarbiasa dekil. Tapi justru semangatku makin tersulut (aneh kan? :D).

Horrraiiii Rinjani :D
Pendaki
paling ribet, julukan kak Aziz
Sampai di bukit sapi
yang membuatku teler dihari pertama ketiga temanku ribut menggoda, menguak
ingatan itu kembali. Tawa kami membahana dibawah langit senja bukit sapi.
Langkah kakiku semakin terasa ringan, senyuman dan tawa tak pernah lepas dari
wajahku. Seumur hidup aku tak pernah merasa sangat begitu sehat dan semangat
seperti saat itu.
Sekitar 8 jam telah
kami lalui dengan terus berjalan, meski sesekali istirahat untuk shalat dan
makan di pos 2. Rumah-rumah penduduk di desa Bawaq Nao semakin jelas terlihat.
Dan, “Allahu Akbar !” aku luruh dalam
lafaz nan agung itu, saat akhirnya pukul 17.00 kami benar-benar telah tiba
diujung jalan Bawaq Nao. Air mata bahagia seakan mulai berlomba keluar dari
sudut-sudut mataku.
Ungkapan syukur tak
henti-hentinya melucur dari bibirku. Karena kami kembali dalam kondisi sehat
dan selamat, kamipun pulang bersama rombongan anggota Basarnas Lombok Timur,
yang notabene teman-teman kak Aziz hehe. Mereka hendak menjemput tamu asing yang juga
telah menyelesaikan petualangan bercengkrama dengan alam Rinjani.
Pose lowbatt bareng adik Yusron,
Perjalanan Rinjani, telah mengajarkanku hal-hal berharga.
Tentang arti persahabatan, kejujuran, tak mudah menyerah, dan sebuah
keberanian. “Karena keberanian adalah, saat kita bersabar sejenak untuk
menggapai mimpi-mimpi yang belum terselesaikan. Dan ketika kita berada disana
(3.726 Mdpl) kita akan punya mimpi-mimpi baru yang akan kita bawa pulang.”
Kun Fa-Yakun Tuhan memang pasti, sungguh tak ada yang tak
mungkin terjadi di dunia ini jika Dia berkehendak. Yah,, dan seperti ungkapan Riani (di film 5cm) "Selama ribuan
langkah kaki kita melangkah, selama hati yang berani ini bertekad, hingga
semuanya bisa terwujud sampai disini, jangan pernah sekalipun kita menyerah
mengejar mimpi-mimpi kita, berjuang, berusaha, dan bercita-cita untuk kehidupan
yang lebih baik bagi tanah tempat kita berpijak."
Terimakasih Robbi,
telah memberikan kesempatan bagiku tuk menikmati indahnya pesona Maha Karya
Agung-Mu dari jarak yang sangat dekat. Rinjani, semoga suatu saat nanti kita
bisa bercengkrama lagi. Aminn. Karena ada rindu dan kegembiraan yang tertahan
disana... Antara ilalang, rumpun edelwis dan tebing-tebing yang curam.
*Terimakasih juga buat mas
Ardan tuk kiriman poto-potonya :D
Serta buat om Boim Hula-Hula, yang telah berbagi poto pas di Danau hehe…
|
|